HOME OPINI DIDAKTIKA

  • Rabu, 7 Desember 2022

PEMBELAJARAN SENI TRADISI DI PERKOTAAN                                                                                              

Lindawati
Lindawati

PEMBELAJARAN SENI TRADISI DI PERKOTAAN                                                                                              

OLEH: Lindawati*

 

            Undang-Undang no 5 Tahun 2017 tentang pemajuan kebudayaan menggariskan hal yang berkaitan dengan bagaimana pemerintah bersama masyarakat mengurus kebudayaan. Dalam fasal 4 undang-undang itu dinyatakan bahwa memajukan kebudayaan Indonesia yang beragam itu dilakukan guna mencerdaskan, membahagiakan, dan mensejahterakan rakyat Indonesia. 

Ada beberapa agenda strategi pemajuan kebudayaan yang dinyatakan dalam UU no 5 tahun 2017.  Agenda itu terkait dengan visi dan misi pemerintah dalam memajukan kebudayaan. Diantara strategi pemajuan kebudayaan itu adalah menyediakan ruang bagi ekspresi budaya dan meningkatkan peran pemerintah sebagai fasilitator pemajuan kebudayaan. Lembaga pendidikan pemerintah pantas dan perlu ambil bagian dalam upaya pemajuan kebudayaan.

Di kota-kota, termasuk kota Padang, orang banyak tinggal di perumahan, masyarakatnya menjadi heterogen. Dengan keragaman asal warga  di perumahan, berbagai macam seni tradisi Minangkabau dapat dikembangkan dan sekaligua dapat  dijadikan sarana pembelajaran nilai-nilai luhur budaya Minangkabau.

Kota Padang   yang terletak di sepanjang  pesisir barat pulau Sumatra ini menyimpan kekayaan alam dan budaya  yang khas. Berbagai seni pertunjukan seperti Rabab, Dendang, dan Gamad adalah beberapa asset budaya Pesisir dalam bidang seni yang tak ternilai harganya. Dari daerah darek ada  pula berbagai kesenian yang mentradissi seperti silat, randai, dan tari-tarian. Seni tradisi seperti itu sangat popular di Minangkabau, tetapi ancaman kepunahan berada di ambang mata. Hal itu disebabkan oleh karena proses pewarisan ketrampilan memainkan seni tradisi itu dari si pewaris aktif kepada generasi pewarisnya kurang terpelihara dan tidak terkondisi dengan baik, bahkan nyaris tidak ada. Fakta ini secara lambat laun akan mematikan seni tradisi di masa depan di tanah Minangkabau. Oleh karena itu, tindakan preventif penting dilakukan. Revitalisasi terhadap seni  tradisi adalah salah satu upaya untuk menghambat  kepunahan seni tradisi di Minangkabau khususnya di kota Padang telah dicoba dilakukan oleh Kelompok Ruang Baraja Seni Tradisi “BIJO”. Di situ dilatih  sebahagian kesenian tradisional Minangkabau seperti Barandai, Basilek, Gandang Tambua, Manari, dan memainkan alat musik talempong.

Seni tradisional merupakan sebuah unsur seni yang menjadi bagian hidup masyarakat dalam sebuah kaum/suku/bangsa/puak tertentu. Selain itu seni tradisional didefinisikan dengan sebuah karya yang memiliki nilai estetika dan keteguhan terhadap tradisi. Di Indonesia hampir setiap daerahnya memiliki seni tradisi. Antara daerah yang satu dengan daerah yang lain ada perbedaan dan kemiripan.

BIJO didirikan untuk  menyediakan ruang belajar seni tradisi Minangkabau.  Dengan belajar seni tradisi seperti randai dan silat diharapkan anak-anak sejak dini mengenal aturan-aturan sosial dan budaya. Di kelompok itu, anak-anak mulai belajar bekerja sama, disiplin, peduli, bertanggung-jawab dan berbagai karakter baik lainnya. Mereka meyakini bahwa dengan belajar seni tradisi seperti randai dan silek ‘silat’ terbangun kepercayaan diri anak-anak, sehingga mereka tidak takut tampil dihadapan orang banyak. Untuk dapat mencapai tujuan yang seperti itu diperlukan manajemen. Manajemen diperlukan untuk mengatur bagaimana orang-orang yang terlibat dalam BIJO bekerja secara bersama-sama untuk mencapai tujuan bersama. Bagaimana membagi tugas dan tanggung jawab. Siapa mengerjakan apa, itu harus jelas pengaturannya.

Untuk dapat bertahan dalam berkegiatan serta bergerak menuju tujuan yang ditetapkan, BIJO perlu membangun ekosistem. Pengurus perlu mengajak perangkat desa atau setidaknya kelurahan dan orang tua anak-anak untuk ikut serta memberikan motifasi dan fasilitas. Perlu ada silaturahmi warga masyarakat yang ada dikelurahan agar mereka mengerti tujuan dan manfaat keberadaan Ruang Baraja Seni Tradisi “BIJO”. BIJO juga perlu membangun jaringan kerja sama dengan instansi pemerintah yang terkait dan dengan kelompok seni budaya lain yang ada di kota Padang.      

Menurut Pak Suhendri, pemilik Tanah Ombak, BIJO cukup potensial dikembangkan menjadi pusat pembelajaran seni tradisis Minangkabau di perkotaan. Bahkan dapat dijadikan model jika diurus secara baik. Di lingkungan BIJO berdiam orang-orang yang datang dari berbagai belahan wilayah yang ada di Sumatra Barat, seperti dari Payakumbuh atau Lima Puluh Kota, Agam atau Bukittinggi, Batu Sangkar atau Tanah Datar, Pariaman, Pasaman Solok dan sebagainya. Bahkan ada diantara warga perumahan itu yang berasal dari luar Sumatra Barat. Keberagaman asal warga itu dapat dipandang sebagai modal dasar BIJO mengembangkan dirinya menjadi pusat kegiatan berkesenian tradisi Minangkabau. Hal itu dikarenakan seni tradisi Minangkabau itu beragam pula wujudnya. Randai atau silat yang berkembang di daerah-daerah yang ada di Sumatra Barat dengan wujud yang berbeda-beda. Silat atau randai yang ada di kota Padang  berbeda dengan randai dan silat yang ada di Payakumbuh, Agam dan daerah lainnya.  

Seni oleh orang Minangkabau dianggap pamenan ‘permainan’. Seni merupakan bungo adat artinya sebagai hiasan adat. Orang-orang berkesenian tradisisi pada umumnya bertujuan untuk menyatakan identitas. Selain itu, berkesenian bagi mereka adalah untuk bernostalgia. Anak-anak tentu belum mengerti alasan orang  dewasa berkesenian termasuk visi-misi penggagas BIJO dalam mendirikan Ruang Baraja Seni Tradisi BIJO. Untuk itu, kegiatan yang dicanangkan untuk anak-anak itu perlu melibatkan orang tua. Orang tua yang ada di sekitar markas BIJO terutama, harus dipahamkan dan diajak terlibat aktif. Selain itu, para pemimpin di tingkat RT, RW dan Kelurahan juga perlu diajak menyupor kegiatan BIJO. Pengurus BIJO dan pemimpin level RT, RW dan Kelurahan itu perlu membangun kemandirian dalam berkegiatan. Kegiatan diadakan tidak hanya karena ada undangan, perlombaan dan adanya Tim Pengabdian dari FIB UNAND. Kata Pak Suhendri, mengurus BIJO harus seperti memandikan kuda, artinya pengurus dan petinggi-petinggi di lingkungan Perumahan Jabal Rahman itu harus terlibat aktif. Kemandirian di sini juga berarti kegiatan BIJO tidak tergantung pada seseorang atau pada dua orang saja. Saat mereka keluar karena ada urusan lain atau pindah tempat tinggal, kegiatan BIJO tetap berjalan. BIJO tidak akan berhenti berkegiatan hanya karena ada seseorang atau beberapa orang yang MANGGOK. 

Bagi RT/RW dan Kelurahan, kegiatan BIJO itu dapat dibranding sebagai  kegiatan  RT/RW dan Kelurahan. Di markas BIJO, sekali sebulan atau sekali dua bulan, warga perumahan Jabal Rahman bisa berkumpul setelah sebelumnya bergoro membersihkan lingkungan. Saat itu dapat ditampilkan apa-apa yang sudah dipelajari anak-anak. BIJO.  Kalau itu yang dilakukan, BIJO bisa saja menjadi percontohan bagi kelurahan lain yang ada di kota Padang sebagai kelurahan sadar seni tradisi Minangkabau. Selain itu, ibu-ibu di perumahan Jabal Rahman berniat menjadikan markas BIJO sebagai tempat  kegiatan pengembangan perekonomian mereka. Hal itu sudah mereka mulai dengan memproduksi bawang goreng untuk dijual.

Terkait dengan kegiatan anak-anak, terutama berdendang, Suhendri memberi masukan agar  anak-anak diajar menciptakan dan menuturkan pantun yang mudah dihafalkan dan mempertunjukkan atau mendendangkan di hadapan khalayak. Belajar menggubah dan mendendangkan pantun sesungguhnya berfungsi mengasah kecerdasan anak terutama dalam hal retorika. Ada baiknya pula pantun itu ada yang berisi aturan-aturan yang disepakati oleh anak-anak itu sendiri. Seni perlu dipandang sebagai alat bukan sebagai tujuan. Yang menjadi tujuan adalah belajar nilai. Jadi berkegiatan di BIJO berarti meningkatkan keliterasian anak-anak tentang nilai-nilai adat yang terdapat di Minangkabau.

Untuk dapat menjadi kelompok seni yang mandiri dan produktif Ruang Baraja Seni Tradisi “BIJO” perlu berkegian secara teratur. Dalam berkegiatan, pengurus Ruang Baraja Seni Tradisi “BIJO” perlu melibatkan pihak orang tua, RT/RW dan kalau mungkin juga melibatkan pemda kota Padang.  Pengurus, anggota dan warga BIJO perlu mulai berfikir dan belajar mengemas produk budaya dalam bentuk seni tradisi sebagai sarana hiburan dan pendidikan, yang kalau bisa dapat menjadi layak sebagai sajian kegiatan pariwisata.

*Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas

 


Tag :#Opini #Didaktika #Lindawati

Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News

Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com